keakraban politik dan sufi

politik adalah sebuah frase asing yang diserap oleh kita. secara bahasa, dalam kamus bahasa indonesia memiliki arti kebijaksanaan; cara bertindak (menghadapi atau menangani suatu masalah). politic adalah cara-cara yang dilakukan oleh orang yang memiliki kebijaksanaan dalam bertindak dan berbuat. cara-cara tersebut diarahkan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang disepakati oleh seluruh elemen masyarakat. dengan demikian, pelaku politik identik dengan wakil rakyat atau mereka yang diberi kesempatan oleh masyarakat untuk mewakili aspirasinya dalam proses perumusan kebijakan yang berorientasi keadilan dan keberlangsungan kehidupan.

pelaku politik atau politisi adalah orang suci sebagaimana definisi istilahnya secara bahasa. politisi adalah orang yang bijak, berakal, dan beradab. politisi dijadikan wakil rakyat disebabkan komitmennya untuk menjunjung tinggi kebijaksanaan, keluhuran akal, dan keluhuran adab. maka istilah politisi sebenarnya sangatlah suci hingga terjadi beberapa kasus tindakan yang membuatnya tak suci. yang bersebrangan dengan ketiga keluhuran tadi. tindakan yang tidak bijak, merendahkan akal, dan merendahkan bahkan mampu menghapus peradaban umat manusia.

sedangkan tasawuf pun demikian, frase asing yang telah familiar di telinga kita khususnya umat islam. apabila politik merupakan kata sifat, maka tasawuf adalah sebuah proses. yakni proses pensucian jiwa melalui beberapa tahapan yang harus dilalui oleh siapapun yang memiliki tekad untuk itu. pokok kesucian jiwa yang dimaksud dalam tasawuf adalah kesucian hati atau qalbu. manakala qalbu telah mampu mencapai tingkat kesucian tertentu, maka potensi lain seperti akal dan amal pun demikian. tasawuf menjunjung tinggi nilai-nilai sakralitas jiwa manusia. outputnya adalah terwujudnya masyarakat yang memiliki kesadaran teologis dan spiritual yang mampu memanifestasikannya dalam berbagai tindakan serta perilaku sehari-hari.

pelaku tasawuf dapat diistilahkan sebagai muslim yang sufi. karena sufi adalah orang yang bertasawuf. tasawuf itu sendiri bagian dari islam, maka selain proses dan tahapan sebagaimana telah dijelaskan, sufi memiliki beberapa karakter khas yang membedakan dengan muslim lainnya sebagai bentuk pencapaian dirinya dalam proses tasawuf. proses yang terdiri dari purifikasi dan rehabilitasi. purifikasi adalah pembersihan diri dari berbagai hal negatif. sedangkan rehabilitasi adalah memperbaiki diri dengan mengisi dan mengganti segala tindakan negatif dengan tindakan yang positif. sehingga dapat memberikan dampak terhadap akhlak dan perubahan karakternya khususnya dari karakter negatif menjadi positif. ketika sufi mampu mewarnai masyarakat, apalagi jumlah sufi yang benar-benar berkarakter sufi sangat banyak maka kondisi tersebut akan menjadi jaminan terwujudnya masyarakat yang berakhlak mulia dan beradab.

oleh karena itu, politik maupun sufi memiliki kesamaan starting point dan orientasi. starting poinnya adalah individu yang memiliki standar kolektif berkenaan dengan nilai dan norma sakral tertentu. sedangkan orientasinya adalah membumikan kemanusiaan, kelangsungan hidup, dan keadilan sosial yang ditopang dengan kualitas akhlak dan karakter.

sufi bisa dilihat pada sosok ulama tasawuf yang benar-benar tersambung secara ortodok kepada rosululloh Saw sebagai bapak para sufi. sedangkan politisi dapat diamati pada sosok praktisi politik. prasyarat untuk menjadi seorang guru sufi harus memiliki kompetensi politis. dalam arti bahwa dirinya memiliki wawasan isyroqi politis. yakni dirinya seolah dikelabui namun secara tidak langsung mengelabui. sama halnya dengan seorang politisi, mesti memiliki jam terbang tinggi untuk memiliki kompetensi yang demikian. perbedaannya adalah seorang sufi mengelabui dalam tujuan mengarahkan kepada kekuasaan absolut teologis sehingga yang dikelabui dikuasai oleh kesadaran kebertuhanan yang berdampak terhadap pola pikir dan perilakunya yang dijamin kemaslahatannya. seorang politisi mengelabui sesamanya dengan membawa kepentingan diri dan golongannya dengan maksud untuk menguasai melalui kepentingannya yakni kekuasaan. dengan kekuasaan yang mampu diraih, apapun bisa dicapai sesuai dengan kepentingannya tersebut.

apa yang terjadi jika politisi adalah seorang yang benar-benar sufi? dan apa yang akan terjadi apabila seorang sufi berkecimpung dalam dunia politik yang identik dengan perebutan kekuasaan? silahkan buat hipotesa sendiri hingga terbangun sejauhmana keakraban sufi dan politik. tulisan ini  hanya sebatas stimulan untuk membangun pola fikir ideal mengenai politik dan kekuasaan melalui wacana sufi dan politisi yang identik, sufi sebagai sosok yang sejatinya manusia bijak dan politisi sebagai sosok yang idealnya memiliki kepentingan "bijak" dalam praktikya.

Comments

Popular posts from this blog

kajian adab lokal; Sidakep bari balem

memprogram otak